Kalian slalu menyumbangkan suara sumbang karena kalian tak pernah tau beratnya berjuang. kalian tak pernah tau tiap tetes keringat bagi kami adalah peperangan. Kalian tak pernah tau kaki kami tlah lelah menopang badan menunggu kepastian dan kalian tak pernah tau semakin beratnya beban kami ketika harus mendengar suara sumbang kalian! Coba dari awal kalian membantu sedikit, mendukung sedikit, mungkin kami kan merasa beban kami sedikit ringan. Tapi melihat kenyataan yang jauh berbeda dari harapan, kami hanya mampu berucap LELAH bahkan ragu untuk melangkah. Inginnya kami berhenti dan mundur untuk tiga langkah kebelakang tapi nurani membatasi, memberi secercah harapan. Harapan untuk maju. Kami harap, dengan atau tanpa kalian kami bisa meraih kemenangan. Perlahan membuat kalian bangga telah mengenal kami dan menyesal atas penolakan kalian terhadap kehadiran kami :)
Monday, December 10, 2012
Wednesday, December 05, 2012
Lima duabelas duaribuduabelas
Baru beberapa saat menginjakkan kaki diusia ke 19 ini, aku langsung dihadapkan pada satu masalah. Masalah yang aku sendiripun tak tau dimana aku memulai kesalahannya. Seakan ku dipaksa tuk memilih. Andai mereka tau, memilih adalah solusi yang slalu kubenci.
Prihatin melihat keadaanku sekarang. Disatu sisi, aku menyayangi dan menyukai orang orang ini. Disisi lain, aku ingin maju dan belajar bersama orang orang itu.
Orang orang ini dalam arti, sekumpulan orang yang bergelut dengan obatobatan tapi baik dalam hal sikap, kreatifitas cukup tinggi, saling menyemangati, saling menghargai, berasa saling memiliki dan slalu memberi solusi.
Orang orang itu dalam arti, sekumpulan orang yang hidup dan tumbuh besar bersama organisasi, memulai semuanya dari nol, belajar bersama menjadi seorang pemimpin, mengingatkan kebelakang untuk selangkah lebih maju, Mengajarkan keberanian dan slalu memberi beberapa point tentang masa depan.
Haruskah memilih? Sementara aku menyukai orang orang dikedua kelompok ini.
Aku nyaman berada ditengah kalian! Aku nyaman ketika aku bisa tertawa dan kalianlah yang membuatku tertawa. Kalian semua seolah menjadi bumbu dicerita yang hambar, menjadi akhir dicerita yang belum pernah selesai. Tapi mengapa secara perlahan memaksaku memilih? Haruskah aku mengorbankan salah satu? Atau mungkin keduanya?
Subscribe to:
Posts (Atom)